Hujan tidak pernah mati. Hanya aksara yang membusuk sendiri.
Bagaimana, ya, jika aksara hujan tak ada lagi? Entah. Hari semakin pagi. (via ariqyraihan)

Aku Bodoh dan Aku Sadar Perihal Itu

Aku bodoh dan aku sadar perihal itu. Setelah melewati dua tahun dalam kehampaan, tiada kata-kata lahir dari dalam kepala ini akhirnya aku sadar jika beranjak adalah omong kosong untukku. 

Aku berpikir bahwa di antara perjalanan detik-detik, aku kelak akan menemukan seseorang yang tepat; ternyata semua itu hanyalah abu-abu di balik ketidakmampuanku untuk menyapumu dari segala kenanganku.

Bukan aku tidak menemukan seseorang, tetapi aku yang tidak bisa menemukan seseorang sepertimu.

Ya, sepertimu. Inilah yang menjadi titik mula kebodohanku perihal kalah oleh masa lalu yang belum jua usai. Perihal perasaan yang ternyata belum selesai di dalam dadaku. 


[Ariqy Raihan]

Losing is always heartbreaking. Especially, when you’ve given all your loves.

The sense of incapability and the feeling of unwanted are the gasoline for my words.

The more it roots inside the hesitation of moving on; the comfort of being hurt, the more it creates the void of emptiness.

The more I lose, the more it becomes me.


[Ariqy Raihan, 2023]

Katakan Saja, Lalu Aku Akan Pergi Selamanya

ariqyraihan:

image

Katakan kamu tidak mencintaiku, lalu aku akan pergi selamanya. Tetapi, kata demi kata tak jua menderas dari bibirmu. Kamu membiarkanku tenggelam ke dalam kesunyian. Keterdiamanmu menjadi titik di mana aku mulai mempertanyakan segala. Atas keraguan yang mulai berdetak di dalam dada.

Dulu, kita begitu yakin bahwa jarak ialah sesuatu yang dapat kita ringkas dengan cinta yang utuh. Bahwa mencintaimu ialah perjalanan tanpa lelah, dan ke sanalah aku menentukan langkah masa depanku. Tetapi, aku salah. Ternyata, hanya aku seorang diri yang terus berjuang melipat jarak, sedangkan kamu hanya membeku seakan jarak kini telah menjadi batas tegas di antara.

Persetan dengan jarak, kataku. Terima saja jarak ini, katamu.

Perbedaan itu mencipta jurang di hadapan, seakan kini tanganku begitu enggan merengkuhmu. Seakan, segala bahagia yang kita susun bersama perlahan memudar. Aku terduduk di tepian pantai menunggui senja tiba, berharap kamu masih ada di sampingku menemani. Nyatanya, kini aku hanya seorang mendengar suara ombak yang begitu hebat menelan segala sepi. 

Keraguan terus merambati ruang-ruang perasaan, melahirkan sesak-sesak; pun pertanyaan di dalam kepala yang kian penuh.

“Jika memang seperti ini, untuk apa aku bertahan di dalam kesakitan?”

Dan mungkin benar, perpisahan menjadi titik di mana aku harus mulai menapaki langkah yang lebih yakin dan mantap. Tidak terjebak di dalam ketidakpastian yang menikam perasaan bertubi-tubi.

Aku Mengerti, Jika Kita Takkan Bersama

image

Puan, meskipun kita hanya bisa saling bicara di dalam keterdiaman kita, tetapi aku mengerti jika kepergian adalah pilihan yang kamu berikan kepadaku.

Aku mengerti, jika sejauh apa pun aku berusaha untuk melawan takdir, kamu takkan pernah menganggapku ada.

Aku mengerti, jika aku begitu ingin mendekapmu dalam perasaan ini, sedangkan kamu pantas untuk mendapatkan lebih dari sekadar dingin malam yang panjang.

Aku mengerti, jika aku tidak pernah benar-benar menjadi pilihan untukmu.

One thing that you can never cure;

—loneliness.

Loading... No More Posts Load More Posts